UNIVERSITAS
JEMBER
FAKULTAS
PERTANIAN
JURUSAN BUDIDAYA PERTANIAN
LAPORAN
PRAKTIKUM
NAMA : RETNOSARI APRIASTI
NIM : 111510501079
GOL/ KELOMPOK : SELASA / 2
ANGGOTA :1. ALDY ARIFIAN P (111510501085)
2.
DADANG CAHYO N (111510501090)
3.
TRIFENI DIANSARI (1115105010)
4.
WAHYU ERNANDA (1115105010)
5.ALFIAN
AFIF F (111510501118)
6. (
JUDUL ACARA :
PELAPISAN LILIN DAN PENYIMPANAN PADA SUHU RENDAH PRODUK HORTIKULTURA
TANGGAL PRAKTIKUM : 01 NOVEMBER 2012
TANGGAL PENYERAHAN : 06 DESEMBER 2012
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Masalah penanganan produk hortikultura setelah dipanen
(pasca panen) sampai saat ini masih menjadi masalah yang perlu mendapat
perhatian yang serius baik dikalangan petani, pedagang, maupun dikalangan
konsumen sekalipun. Walaupun hasil yang diperoleh petani mencapai hasil yang
maksimal tetapi apabila penanganan setelah dipanen tidak mendapat perhatian
maka hasil tersebut segera akan mengalami penurunan mutu atau kualitasnya. Seperti
diketahui bahwa umur simpan produk hortikultura relatif tidak tahan lama. Usaha
yang dilakukan untuk mencegah kerusakan pasca panen sekaligus mempertahankan
umur simpan akibat laju respirasi dan transpirasi antara lain dengan penggunaan
suhu rendah (pendinginan), modifikasi atmosfer ruang simpan, pemberian bahan
kimia secara eksogen, pelapisan lilin, dan edible coating. Pelapisan lilin
(Waxing) merupakan teknik penundaan kematangan.
Perlakuan dengan menggunakan lilin atau emulsi lilin buatan
pada produk hortikultura yang mudah busuk yang disimpan telah banyak dilakukan.
Tujuan pelilinan pada produk yang disimpan ini terutama adalah untuk mengambat
sirkulasi udara dan menghambat kelayuan sehingga produk yang disimpan tidak
cepat kehilangan berat karena adanya proses transpirasi. Produk Hortikultura
seperti sayur - sayuran dan buah - buahan yang telah dipanen masih merupakan
benda hidup. Benda hidup disini dalam pengertian masih mengalami
proses-proses yang menunjukkan kehidupanya yaitu proses metablisme. Karena
masih terjadi proses metabolisme tersebut maka produk buah-buahan dan
sayur-sayuran yang telah dipanen akan mengalami perubahan-perubahan yang akan
menyebabkan terjadinya perubahan komposisi kimiawinya serta mutu dari produk
tersebut. Perubahan tersebut disebabkan oleh beberapa hal seperti terjadinya
respirasi yang berhubungan dengan pengambilan unsur oksigen dan pengeluaran
karbon dioksida (respirasi), serta penguapan uap air dari dalam produk tersebut
yang dikenal sebagai transpirasi.
Kehilangan air dari produk hortikultura saat berada di pohon
tidak masalah karena masih dapat digantikan atau diimbangi oleh laju
pengambilan air oleh tanaman. Berbeda dengan produk yang telah dipanen
kehilangan air tersebut tidak dapat digantikan, karena produk tidak dapat
mengambil air dari lingkungnnya. Demikian juga kehilangan substrat juga tidak
dapat digantikan sehinga menyebabkan perubahan kualitas dari produk yang telah
dipanen atau dikenal sebagai kemunduran kualitas dari produk, tetapi pada suatu
keadaan perubahan tersebut justru meningkatkan kualitas produk tersebut.
Kemunduran kualitas dari suatu produk hortikultura yang telah dipanen biasanya
diikuti dengan meningkatnya kepekaan produk tersebut terhadap infeksi
mikroorganisme sehingga akan semakin mempercepat kerusakan atau menjadi busuk,
sehingga mutu serta nilai jualnya menjadi rendah bahkan tidak bernilai sama
sekali.
1.2 Tujuan
1. Meningkatkan
pemahaman kegunaan dari pelapisan lilin pada produk hortikultura.
2. Mampu
melaksanakan prosedur pelapisan lilin dan penyimpanan pada suhu rendah produk
hortikultura.
3. Mampu
melakukan analisis pengaruh pelapisan lilin dan penyimpanan suhu rendah
terhadap kemunduran mutu produk hortikultura.
4. Mampu
membuat laporan tertulis secara kritis.
BAB
2. TINJAUAN PUSTAKA
Pelapisan lilin
merupakan usaha penundaan kematangan yang bertujuan memperpanjang masa simpan
komoditas hortikultura Lilin (wax) adalah ester dari asam lemak berantai
panjang dengan alkohol monohidrat berantai panjang atau sterol. Emulsi lilin
yang dipakai dapat berasal dari berbagai sumber seperti tanaman, hewan, mineral
maupun sintetis. Kebanyakan formula lilin dipersiapkan dengan satu atau lebih
lilin berikut; beeswax, parafin wax, carnauba wax (secara alami didapat dari
carnauba palm) dan shellac (lilin dari insekta) (Winarno, 1981).
Lapisan lilin
pada buah berfungsi sebagai pelindung alami dari buah-buahan terhadap serangan
fisik, mekanik, dan mikrobiologis. Mekanisme dari pelapisan lilin pada
buah-buahan sebenarnya adalah menggantikan dan menambah lapisan lilin alami
yang terdapat pada buah yang sebagian besar hilang selama penanganan. Selain
itu pemberian lapisan lilin diharapkan dapat mengurangi laju respirasi sehingga
dapat memperkecil kerusakan buah yang telah dipanen akibat proses respirasi
(Hong, 2006).
Pelilinan selain
untuk memperbaiki penampilan kulit buah, pelilinan bertujuan untuk
memperpanjang daya simpan, mencegah susut bobot buah, menutup luka atau goresan
kecil, mencegah timbulnya jamur, mencegah busuk dan mempertahankan warna. Lilin
( wax ) yang digunakan untuk pelapisan harus memenuhi beberapa persyaratan
yaitu: tidak mempengaruhi bau dan rasa buah, cepat kering, tidak lengket, tidak
mudah pecah, mengkilap dan licin, tipis, tidak mengandung racun, harga murah
dan mudah diperoleh (Hong, 2006).
Menurut Ryall
dan Lipton (1983), Hagenmaier dan Shaw (1992), Ghaouth et al. (1992)
menyimpulkan bahwa pelilinan berfungsi untuk menghambat susut bobot; mengurangi
laju respirasi; menghambat perubahan warna, kematangan, pelunakan, dan
pelayuan; menutupi luka-luka kecil; dan akhirnya dapat memperpanjang masa
simpan (Nurhasanah, dkk, 2010).
Menurut Yehoshua
(1987) menyatakan bahwa formula lilin pelapis yang baik harus memiliki
sifat-sifat tidak beracun, permeablitasnya baik, stabil, cepat kering, dapat
membentuk permukaan yang halus, melekat kuat pada permukaan kulit buah, dan
harganya murah (Nurhasanah, dkk, 2010).
Menurut
Hagenmeier dan Shaw (1992) menyatakan bahwa formula lilin pelapis untuk setiap
buah berbeda tergantung pada karakteristik buah tersebut. Beberapa formula
lilin pelapis yang dapat digunakan untuk buah diantaranya adalah : lilin
natural/sintetis dan asam lemak, polyethilene dan shellac, carnauba wax dan
asam lemak atau shellac, shellac dan asam lemak, hidrokarbon resin dan asam lemak,
ester sukrosa dan carboxymethil cellulose (CMC) (Nurhasanah, dkk, 2010).
Pelapisan lilin
terhadap buah – buahan juga berfungsi sebagai lapisan pelindung terhadap
hilangnya air dari komoditi dan mengatur kebutuhan oksigen untuk respirasi.
Selain itu juga dapat menutupi luka atau goresan pada permukaan buah dan
mengkilapkan permukaan buah (Hasbulah, dkk, 2006).
Menurut Roosmani
(1975) menyatakan bahwa pada konsentrasi emulsi lilin tertentu dapat
memperpanjang masa simpan beberapa komoditas hortikultura. Emulsi 6% lilin
kemauba dapat memperpanjang masa simpan dan memperbaiki kualitas produk
hortikultura (Hasbulah, dkk, 2006).
Menurut USDA
(1997) menyatakan bahwa kondisi penyimpanan yang direkombinasikan untuk papaya
adalah pada suhu 10-130C dan kelembaban 85-90%. Dalam kondisi
terseut buah dapat bertahan selama 1-3 minggu. Penyimpanan buah papaya pada
suhu lebih rendah dari 100C dapat menimbulkan kerusakan (Hasbulah,
dkk, 2006).
Menurut Suparmo
(1990) menyatakan bahwa transpirasi merupakan salah satu proses utama penyebab
penurunan mutu produk yang mengganggu nilai komersial serta fisiologis buah.
Akibat hilangnya air dari buah ialah rusaknya kenampakan, tekstur, cita rasa
dan menurunnya berat/ bobot buah (Santosa dan Hulopi, 2011).
Secara umum mutu buah ditentukan oleh beberapa persyaratan
mutu yaitu ukuran, warna, bentuk, kondisi, tekstur, citarasa (flavor) dan nilai
nutrisi. Mutu buah yang baik diperoleh bila pemungutan hasilnya dilakukan pada
tingkat kemasak-an yang tepat. Buah yang belum masak, bila dipungut akan
menghasilkan mutu yang rendah dan proses pematangan yang tidak teratur.
Sebaliknya penundaan wak-tu pemungutan akan meningkatkan kepe-kaan buah
terhadap pembusukan akibat-nya mutu dan nilai jualnya rendah. Dalam hidupnya,
buah akan meng-alami tiga tahap perkembangan yaitu ta-hap pertumbuhan (growth),
tahap pema-sakan atau dewasa (maturasion) dan tahap penuaan atau lewat masak
(senescence) (Santosa dan Hulopi, 2011).
Menurut Khadatkar et al (2004)
menyatakan bahwa pada pembekuan cepat, laju penguapan panas berjalan sangat
cepat, sehingga jumlahinti kristal yang terbentuk banyak dan kecil. Pada
pembekuan pangan, kristal es yang semakin kecil agar dapat terdistribusi lebih merata
sangat diharapkan, sehingga tidak merubah struktur jaringan (Mulyawati, 2008).
Buckle et al. (1987) menguraikan bahwa
penyimpanan beku pada suhu sekitar 18°C atau lebih rendah akan mencegah
kerusakan mikrobiologi, bila tidak terjadi fluktuasi suhu yang besar. Walaupun
jumlah mikroba biasanya menurun selama proses dan penyimpanan beku (kecuali
spora), tidak berarti makanan beku selalu steril yang terbukti dengan
terjadinya proses pembusukan pada produk beku (Mulyawati, 2008).
BAB
3. METODOLOGI
3.1
Tempat Dan Waktu
Kegiatan praktikum Pelapisan Lilin dan
Penyimpanan Pada Suhu Rendah Produk Hotikultura dilakukan di Jurusan Budidaya
Pertanian, Fakultas Petanian, Universitas Jember dilaksanakan pada tanggal Oktober 2012, Pukul 14.00 WIB –
selesai.
3.2
Alat Dan Bahan
3.2.1
Alat
1. Baskom
2. Nampan
3. Rak
4. Ruang Pendingin
5. Kamera
3.2.2
Bahan
1. Buah Pisang
2. Tomat
3. Lilin Brogdex TM
4. Klorin
3.3
Cara Kerja
1. Menentukan
satu konsentrasi emulsi lilin dengan cara mencampur emulsi lilin yang sudah
jadi (stock emulsion) dengan air dan ukur total padatan terlarutnya.
Menyediakan control yaitu buah yang tidak dicelupkan ke dalam emulsi lilin
tersebut.
2. Mengeringkan
lapisan lilin dengan mengeringanginkan buah tersebut diatas nampan. Pengeringan
lilin dapat dibantu dengan embusan kipas angin.
3. Menyimpan
buah paa ruang suhu dingin (ruang pendingin atau kulkas dengan suhu ± 10oC).
4. Mengulang
perlakuan diatas dua kali dan masing-masing unit percobaan terdapat lima buah.
5. Perlu
diperhatikan, mempersiapkan unit-unit percobaan yang akan diukur karakteristik
mutunya secara deskruktif.
6.
Melakukan pengamatan
karakteristik mutu secara periodik (2hari sekali sampai 10 hari penyimpanan).
BAB
4. PEMBAHASAN
4.1
Hasil
DATA BUAH DAN SAYUR PELILINAN
Parameter
|
Buah
|
Pengepakan
|
UL
|
Waktu
(hari)
|
||
II
|
VI
|
IX
|
||||
Kekerasan
|
Pisang
|
Tanpa
lilin
|
1
|
4
|
2
|
1
|
2
|
-
|
-
|
-
|
|||
Pelilinan
|
1
|
4
|
2
|
1
|
||
2
|
-
|
-
|
-
|
|||
Tomat
|
Tanpa
lilin
|
1
|
3
|
2
|
2
|
|
2
|
4
|
4
|
4
|
|||
Pelilinan
|
1
|
3
|
3
|
3
|
||
2
|
4
|
4
|
4
|
|||
Timun
|
Tanpa
lilin
|
1
|
4
|
4
|
4
|
|
2
|
5
|
5
|
5
|
|||
Pelilinan
|
1
|
5
|
4
|
4
|
||
2
|
5
|
5
|
5
|
|||
Warna
|
Pisang
|
Tanpa
lilin
|
1
|
4
|
2
|
1
|
2
|
-
|
-
|
-
|
|||
Pelilinan
|
1
|
5
|
3
|
2
|
||
2
|
-
|
-
|
-
|
|||
Tomat
|
Tanpa
lilin
|
1
|
4
|
4
|
3
|
|
2
|
4
|
4
|
3
|
|||
Pelilinan
|
1
|
4
|
4
|
3
|
||
2
|
4
|
4
|
4
|
|||
Timun
|
Tanpa
lilin
|
1
|
5
|
5
|
4
|
|
2
|
5
|
5
|
5
|
|||
Pelilinan
|
1
|
5
|
5
|
5
|
||
2
|
5
|
5
|
5
|
|||
Pembusukan
|
Pisang
|
Tanpa
lilin
|
1
|
5
|
5
|
3
|
2
|
-
|
-
|
-
|
|||
Pelilinan
|
1
|
5
|
5
|
3
|
||
2
|
5
|
-
|
-
|
|||
Tomat
|
Tanpa
lilin
|
1
|
5
|
5
|
5
|
|
2
|
5
|
5
|
5
|
|||
Pelilinan
|
1
|
5
|
5
|
5
|
||
2
|
5
|
5
|
5
|
|||
Timun
|
Tanpa
lilin
|
1
|
5
|
5
|
5
|
|
2
|
5
|
5
|
5
|
|||
Pelilinan
|
1
|
5
|
5
|
5
|
||
2
|
5
|
5
|
5
|
DATA ANALISIS pH DAN GULA
No
|
Buah
|
pH
|
Gula
|
||
Awal
|
Akhir
|
Awal
|
Akhir
|
||
1
|
Pisang (P)
|
6.3
|
5. 8
|
10.5%
|
12%
|
2
|
Pisang (TP)
|
6.4
|
5. 9
|
12.5%
|
15%
|
3
|
Tomat (P)
|
6.2
|
5. 9
|
3.7%
|
4.1%
|
4
|
Tomat (TP)
|
6.1
|
5. 8
|
4.0%
|
6.5%
|
5
|
Timun (P)
|
6.2
|
6
|
2.1%
|
2.1%
|
6
|
Timun (TP)
|
6.4
|
6
|
2.1%
|
2.2%
|
Keterangan : P (pelilinan) ; TP (tanpa pelilitan)
4.2
Pembahasan
CMC
(Carboxy Methyl Cellulose) merupakan salah satu zat yang umum digunakan pada
bahan makanan sebagai zat pengemulsi. emulsi adalah suatu dispersi atau
suspensi suatu cairan dalam cairan lain, yang molekul-molekul kedua cairan
tersebut tidak saling berbaur tetapi saling antagonistik. fungsi pengemulsi
dalam pengolahan pangan adalah untuk meningkatkan stabilitas emulsi dan
memperbaiki tekstur produk.
CMC (Carboxy
Methyl Cellulosa) adalah derivat selulosa yang direaksikan dengan alkalin
chloroacetic acid. Struktur Carboxy Methyl Cellulosa dasar adalah β–1,4-Glukopiranosa
yang merupakan polimer selulosa. Carboxy Methyl Cellulosa memiliki panjang
molekul yang lebih pendek dibanding dengan selulosa murni. Carboxy Methyl Cellulosa
merupakan merupakan eter polimer selulosalinear
dan berupa senyawa anion, yang bersifat biodegradable, tidak
berwarna,tidak berbau, tidak beracun, butiran atau bubuk yang larut dalam air
namun tidak larut dalam larutan organik, memiliki rentang pH sebesar 6.5
sampai 8.0, stabilpada rentang pH 2 – 10,
bereaksi dengan garam logam berat membentuk film yangtidak larut dalam
air, transparan, serta tidak bereaksi dengan senyawa organik. Carboxy Methyl
Cellulosa. berasal dari selulosa kayu dan kapas yang diperolehdari reaksi
antara selulosa dengan asam monokloroasetat, dengan katalis berupasenyawa alkali. Carboxy Methyl Cellulosa juga merupakan senyawa serbagunayang
memiliki sifat penting seperti kelarutan, reologi, dan adsorpsi di permukaan.
CMC (Carboxy Methyl
Cellulosa) dapat dijadikan sebagai pelapis produk holtikultura atau sebagai
lilin, yaitu adapun mekanisme CMC dapat dijadikan lilin, dengan pembuatan
konsentrasi CMC terlebih dahulu yaitu CMC ditambahkan dengan aquades sehingga
konsentrasinya sebesar 1% kemudian baru produk hortikultura dapat dicelupkan ke
larutan CMC dan didiamkan, pelapis CMC dapat dimakan bersamaan dengan produk
yang terlapisi.
Sayuran merupakan bahan pangan yang
mempunyai sifat mudah rusak (perishable). Pada hakekatnya sayuran
selepas panen merupakan jaringan hidup dengan kandungan airnya yang tinggi
dimana kelanjutan proses respirasi dan transpirasi masih terus berlangsung.
Adanya respirasi yang tinggi akan menyebabkan sayuran menjadi layu dan busuk.
Untuk mengurangi hal tersebut, maka perlu dihambat melalui kemasan dan cara
penyimpanan yang baik. Selain itu, faktor lingkungan berpengaruh juga terhadap
aktifitas fisiologis terutama suhu.
Sayuran dalam keadaan
lembab dan kotor dapat mengalami pembusukan
lebih cepat. Proses
pembusukan tersebut diawali dengan semakinmeningkatnya
suhu bahan dalam tempat penyimpanan. Meningkatnya suhu dan timbulnya baupengap
merupakan tanda terjadinya
awal proses pembusukan. Dalam keadaan basah dan hangat,cendawan dan bakteri pembusuk akan cepat berkembang
dan aktif merusak sehingga bahan akanmenjadi rusak. Untuk menghindari timbulnya
uap panas masa bahan dalam simpanan yaitu denganmenyimpan bahan secara onggokan
atau hamparan. Tinggi ( ketebalan ) tumpukan perludiperhatikan, agar udara
segar masih dapat mengenai permukaan bahan sehingga dapat mengusirpanas yang
ada. Menyimpan bahan segar dalam kantong atau karung yang kedap udara
dapatmeperburuk keadaan karena bahan akan mudah berkeringat, suhu lingkungan
naik sehingga dapatmenyebabkan kerusakan bahan. Apabila akan menyimpan sayuran dengan kemasan, maka sebaiknya
menggunakan kemasan yang
memungkinkan terjadinya kontak antara bahan dengan udara lingkungan agar tidak
terjadi pembusukan yang cepat.
Dari data hasil pengamatan praktikum yang telah
dilaksanakan menunjukkan bahwa untuk perlakuan pelilinan pada produk
hortikultura yaitu pada pisang, timun dan tomat menunjukkan hasil yang
berbeda-beda pada tingkat kekerasan, warna dan pembusukan. Dari data terlihat
untuk buah pisang mengalami pembusukan, pelembekan dan perubahan warna yang
lebih cepat dibanding dengan yang lain. Hal ini dikarenakan bahwa pada
komoditas buah pada umumnya dibedakan menjadi dua jenis yaitu buah klimaterik
dan buah nonklimaterik. Buah klimakterik yaitu dimana pematangan terjadi setelah
laju respirasi mencapai puncaknya (markisa, papaya, pisang, nangka, melon,
jambu biji, tomat, apel). Buah non klimakterik adalah dimana laju respirasi
terus menurun dan tidak mempunyai puncak (jeruk, nanas, anggur, stroberi,
salak, mentimun, cabe). Berdasarkan jenis buahnya maka perlu perlakuan
penyimpaan yang berbeda-beda dalam mempertahankan daya simpan buah yang lebih
lama. Pada pisang dalam menyimpan yang tidak dilapisi lilinsama menunjukkan
hasil seperti pelilinan yaitu lebih cepat mengalami pembusukan, sedangkan pada
timun dari data terlihat bahwa perlakuan pelapisan lilin pada timun menunjukkan
tingkat daya simpan yang lebih lama dimana didapat bahwa kekerasan, warna dan
pembusukan hamper tidak terjadi perubahan sama sekali setelah Sembilan hari
pengamatan. Sedangkan pada tomat juga mengalami penurunan tetapi tidak serendah
pada pisang. Tujuan pelilinan pada produk yang disimpan ini terutama adalah
untuk mengambat sirkulasi udara dan menghambat kelayuan sehingga produk yang
disimpan tidak cepat kehilangan berat karena adanya proses transpirasi.
Sedangkan untuk data analisa pH dan gula menunjukkan bahwa pada
awal pH mencapai 6,1- 6,4 hal ini menunjukkan bahwa buah
yang akan dilapisi lilin memiliki pH yang agak asam setelah beberapa hari pada
pengamatan terakhir pH untuk pisang dan tomat mengalami penurunan sehingan
menjadi lebih masam akan tetapi pada timin hannya mengalami penurunan sedikit
yaitu 0,2-0,4 sehingga tingkat pH masih tetap agak keasaman yaitu 6 pada semua
perlakuan. Sedangkan pada tingkat kadar gula untuk akhir pengamatan pada
pelapisan lilin menunjukan peningkatan kadar gula lebih tinggi dibanding dengan
tanpa pelilinan untuk pisang dan tomat, sedangkat pada timun untuk pelilinan
hanya meningkat 0,1% dan pada tanpa pelilinan tidak ada perubahan. Pelapisan
lilin juga dapat menyebabkan penurunan kandungan yang bermanfaat pada produk
hortikultura tetapi dari segi kualitas produk hortikultura yang dilapisi lilin
lebih bagus dibanding yang tidak dilapisi lilin.
BAB
5. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1
Kesimpulan
1. CMC
(Carboxy Methyl Cellulose) merupakan salah satu zat yang umum digunakan pada
bahan makanan sebagai zat pengemulsi.
2. Pengemasan
sayuran pada tempat yang kedap udara menyebabkan sayuran akan lebih cepat
mengalami pembusukan.
3. Pemberian
pelapisan lilin pada produk hortikultura menyebabkan peningkatan kandungan gula
dan pH.
4. Pembusukan,
perubahan warna dan pelembekan pada buah tomat, pisang, timun tergantung dari
tingkat respirasi yang terjadi pad masing-masing buah dan jenis buah tersebut.
5.2
Saran
Dalam melakukan
penyimpanan produk hortikultura sebaiknya memilih bahan pengemasan yang tepat
dan sesuai untuk bahan yang akan disimpan untuk memperpanjang jangka waktu
pembusukan.
DAFTAR
PUSTAKA
Hasbulah,
dkk. 2006. Lama Pemanasan Metode Vapor Heat Treatment (VHT) Dan Pelilinan Untuk
Mempertahankan Mutu Papaya Selama Penyimpanan. Ketehnikan Pertanian 22(1) : 41-46.
Hong.
2006. Pelapisan Lilin Produk Hortikultura.
Kanisius. Yogyakarta.
Mulyawati. dkk.
2008. Pengaruh Waktu Pembekuan Dan Penyimpanan Terhadap Karakteristik Irisan
Buah Mangga Arumanis Beku. Pascapanen
5(1) : 51-58.
Nurhasanah,
dkk. 2010. Pengaruh Pelapisan Lilin Dan Pembungkusan Plastik Pada Karakteristik
Fisiko- Kimia Dan Umur Simpan Buah Mangga Gedong. Pertanian 3(3)
: 184-198.
Santosa, B dan Hulopi,
F. 2011. Penentuan Masak Fisiologis Dan Pelapisan Lilin
Sebagai Upaya Menghambat Kerusakan Buah Salak Kultivar Gading Selama
Penyimpanan Pada Suhu Ruang. Teknologi
Pertanian
12(1) : 40-48.
Winarno.
1981. Penanganan Pasca Panen Produk
Hortikultura. Kanisius. Yogyakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar