coursor

Hetalia: Axis Powers - Taiwan

Sabtu, 18 Mei 2013

: PELAPISAN LILIN DAN PENYIMPANAN PADA SUHU RENDAH PRODUK HORTIKULTURA



UNIVERSITAS JEMBER
FAKULTAS PERTANIAN
JURUSAN BUDIDAYA PERTANIAN
LAPORAN PRAKTIKUM
NAMA                                          : RETNOSARI APRIASTI
NIM                                              : 111510501079
GOL/ KELOMPOK                     : SELASA / 2
ANGGOTA                                  :1. ALDY ARIFIAN P    (111510501085)
                                                        2. DADANG CAHYO N           (111510501090)
                                                        3. TRIFENI DIANSARI            (1115105010)
                                                        4. WAHYU ERNANDA            (1115105010)
                                                        5.ALFIAN AFIF F         (111510501118)
                                                        6. (
JUDUL ACARA                         : PELAPISAN LILIN DAN PENYIMPANAN PADA SUHU RENDAH PRODUK HORTIKULTURA
TANGGAL PRAKTIKUM         : 01 NOVEMBER 2012
TANGGAL PENYERAHAN                 : 06 DESEMBER 2012










BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Masalah penanganan produk hortikultura setelah dipanen (pasca panen) sampai saat ini masih menjadi masalah yang perlu mendapat perhatian yang serius baik dikalangan petani, pedagang, maupun dikalangan konsumen sekalipun. Walaupun hasil yang diperoleh petani mencapai hasil yang maksimal tetapi apabila penanganan setelah dipanen tidak mendapat perhatian maka hasil tersebut segera akan mengalami penurunan mutu atau kualitasnya. Seperti diketahui bahwa umur simpan produk hortikultura relatif tidak tahan lama. Usaha yang dilakukan untuk mencegah kerusakan pasca panen sekaligus mempertahankan umur simpan akibat laju respirasi dan transpirasi antara lain dengan penggunaan suhu rendah (pendinginan), modifikasi atmosfer ruang simpan, pemberian bahan kimia secara eksogen, pelapisan lilin, dan edible coating. Pelapisan lilin (Waxing) merupakan teknik penundaan kematangan.
Perlakuan dengan menggunakan lilin atau emulsi lilin buatan pada produk hortikultura yang mudah busuk yang disimpan telah banyak dilakukan. Tujuan pelilinan pada produk yang disimpan ini terutama adalah untuk mengambat sirkulasi udara dan menghambat kelayuan sehingga produk yang disimpan tidak cepat kehilangan berat karena adanya proses transpirasi. Produk Hortikultura seperti sayur - sayuran dan buah - buahan yang telah dipanen masih merupakan benda hidup. Benda  hidup disini dalam pengertian masih mengalami proses-proses yang menunjukkan kehidupanya yaitu proses metablisme. Karena masih terjadi proses metabolisme tersebut maka produk buah-buahan dan sayur-sayuran yang telah dipanen akan mengalami perubahan-perubahan yang akan menyebabkan terjadinya perubahan komposisi kimiawinya serta mutu dari produk tersebut. Perubahan tersebut disebabkan oleh beberapa hal seperti terjadinya respirasi yang berhubungan dengan pengambilan unsur oksigen dan pengeluaran karbon dioksida (respirasi), serta penguapan uap air dari dalam produk tersebut yang dikenal sebagai transpirasi.
Kehilangan air dari produk hortikultura saat berada di pohon tidak masalah karena masih dapat digantikan atau diimbangi oleh laju pengambilan air oleh tanaman. Berbeda dengan produk yang telah dipanen kehilangan air tersebut tidak dapat digantikan, karena produk tidak dapat mengambil air dari lingkungnnya. Demikian juga kehilangan substrat juga tidak dapat digantikan sehinga menyebabkan perubahan kualitas dari produk yang telah dipanen atau dikenal sebagai kemunduran kualitas dari produk, tetapi pada suatu keadaan perubahan tersebut justru meningkatkan kualitas produk tersebut. Kemunduran kualitas dari suatu produk hortikultura yang telah dipanen biasanya diikuti dengan meningkatnya kepekaan produk tersebut terhadap infeksi mikroorganisme sehingga akan semakin mempercepat kerusakan atau menjadi busuk, sehingga mutu serta nilai jualnya menjadi rendah bahkan tidak bernilai sama sekali.

1.2 Tujuan
1.      Meningkatkan pemahaman kegunaan dari pelapisan lilin pada produk hortikultura.
2.      Mampu melaksanakan prosedur pelapisan lilin dan penyimpanan pada suhu rendah produk hortikultura.
3.      Mampu melakukan analisis pengaruh pelapisan lilin dan penyimpanan suhu rendah terhadap kemunduran mutu produk hortikultura.
4.      Mampu membuat laporan tertulis secara kritis.










BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
Pelapisan lilin merupakan usaha penundaan kematangan yang bertujuan memperpanjang masa simpan komoditas hortikultura Lilin (wax) adalah ester dari asam lemak berantai panjang dengan alkohol monohidrat berantai panjang atau sterol. Emulsi lilin yang dipakai dapat berasal dari berbagai sumber seperti tanaman, hewan, mineral maupun sintetis. Kebanyakan formula lilin dipersiapkan dengan satu atau lebih lilin berikut; beeswax, parafin wax, carnauba wax (secara alami didapat dari carnauba palm) dan shellac (lilin dari insekta) (Winarno, 1981).
Lapisan lilin pada buah berfungsi sebagai pelindung alami dari buah-buahan terhadap serangan fisik, mekanik, dan mikrobiologis. Mekanisme dari pelapisan lilin pada buah-buahan sebenarnya adalah menggantikan dan menambah lapisan lilin alami yang terdapat pada buah yang sebagian besar hilang selama penanganan. Selain itu pemberian lapisan lilin diharapkan dapat mengurangi laju respirasi sehingga dapat memperkecil kerusakan buah yang telah dipanen akibat proses respirasi (Hong, 2006).
Pelilinan selain untuk memperbaiki penampilan kulit buah, pelilinan bertujuan untuk memperpanjang daya simpan, mencegah susut bobot buah, menutup luka atau goresan kecil, mencegah timbulnya jamur, mencegah busuk dan mempertahankan warna. Lilin ( wax ) yang digunakan untuk pelapisan harus memenuhi beberapa persyaratan yaitu: tidak mempengaruhi bau dan rasa buah, cepat kering, tidak lengket, tidak mudah pecah, mengkilap dan licin, tipis, tidak mengandung racun, harga murah dan mudah diperoleh (Hong, 2006).
Menurut Ryall dan Lipton (1983), Hagenmaier dan Shaw (1992), Ghaouth et al. (1992) menyimpulkan bahwa pelilinan berfungsi untuk menghambat susut bobot; mengurangi laju respirasi; menghambat perubahan warna, kematangan, pelunakan, dan pelayuan; menutupi luka-luka kecil; dan akhirnya dapat memperpanjang masa simpan (Nurhasanah, dkk, 2010).
Menurut Yehoshua (1987) menyatakan bahwa formula lilin pelapis yang baik harus memiliki sifat-sifat tidak beracun, permeablitasnya baik, stabil, cepat kering, dapat membentuk permukaan yang halus, melekat kuat pada permukaan kulit buah, dan harganya murah (Nurhasanah, dkk,  2010).
Menurut Hagenmeier dan Shaw (1992) menyatakan bahwa formula lilin pelapis untuk setiap buah berbeda tergantung pada karakteristik buah tersebut. Beberapa formula lilin pelapis yang dapat digunakan untuk buah diantaranya adalah : lilin natural/sintetis dan asam lemak, polyethilene dan shellac, carnauba wax dan asam lemak atau shellac, shellac dan asam lemak, hidrokarbon resin dan asam lemak, ester sukrosa dan carboxymethil cellulose (CMC) (Nurhasanah, dkk, 2010).
Pelapisan lilin terhadap buah – buahan juga berfungsi sebagai lapisan pelindung terhadap hilangnya air dari komoditi dan mengatur kebutuhan oksigen untuk respirasi. Selain itu juga dapat menutupi luka atau goresan pada permukaan buah dan mengkilapkan permukaan buah (Hasbulah, dkk, 2006).
Menurut Roosmani (1975) menyatakan bahwa pada konsentrasi emulsi lilin tertentu dapat memperpanjang masa simpan beberapa komoditas hortikultura. Emulsi 6% lilin kemauba dapat memperpanjang masa simpan dan memperbaiki kualitas produk hortikultura (Hasbulah, dkk, 2006).
Menurut USDA (1997) menyatakan bahwa kondisi penyimpanan yang direkombinasikan untuk papaya adalah pada suhu 10-130C dan kelembaban 85-90%. Dalam kondisi terseut buah dapat bertahan selama 1-3 minggu. Penyimpanan buah papaya pada suhu lebih rendah dari 100C dapat menimbulkan kerusakan (Hasbulah, dkk, 2006).
Menurut Suparmo (1990) menyatakan bahwa transpirasi merupakan salah satu proses utama penyebab penurunan mutu produk yang mengganggu nilai komersial serta fisiologis buah. Akibat hilangnya air dari buah ialah rusaknya kenampakan, tekstur, cita rasa dan menurunnya berat/ bobot buah (Santosa dan Hulopi, 2011).
Secara umum mutu buah ditentukan oleh beberapa persyaratan mutu yaitu ukuran, warna, bentuk, kondisi, tekstur, citarasa (flavor) dan nilai nutrisi. Mutu buah yang baik diperoleh bila pemungutan hasilnya dilakukan pada tingkat kemasak-an yang tepat. Buah yang belum masak, bila dipungut akan menghasilkan mutu yang rendah dan proses pematangan yang tidak teratur. Sebaliknya penundaan wak-tu pemungutan akan meningkatkan kepe-kaan buah terhadap pembusukan akibat-nya mutu dan nilai jualnya rendah. Dalam hidupnya, buah akan meng-alami tiga tahap perkembangan yaitu ta-hap pertumbuhan (growth), tahap pema-sakan atau dewasa (maturasion) dan tahap penuaan atau lewat masak (senescence) (Santosa dan Hulopi, 2011).
Menurut Khadatkar et al (2004) menyatakan bahwa pada pembekuan cepat, laju penguapan panas berjalan sangat cepat, sehingga jumlahinti kristal yang terbentuk banyak dan kecil. Pada pembekuan pangan, kristal es yang semakin kecil agar dapat terdistribusi lebih merata sangat diharapkan, sehingga tidak merubah struktur jaringan (Mulyawati, 2008).
Buckle et al. (1987) menguraikan bahwa penyimpanan beku pada suhu sekitar 18°C atau lebih rendah akan mencegah kerusakan mikrobiologi, bila tidak terjadi fluktuasi suhu yang besar. Walaupun jumlah mikroba biasanya menurun selama proses dan penyimpanan beku (kecuali spora), tidak berarti makanan beku selalu steril yang terbukti dengan terjadinya proses pembusukan pada produk beku (Mulyawati, 2008).














BAB 3. METODOLOGI
3.1 Tempat Dan Waktu
       Kegiatan praktikum Pelapisan Lilin dan Penyimpanan Pada Suhu Rendah Produk Hotikultura dilakukan di Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas Petanian, Universitas Jember dilaksanakan pada tanggal       Oktober 2012, Pukul 14.00 WIB – selesai.                    

3.2 Alat Dan Bahan
3.2.1 Alat
1. Baskom
2. Nampan
3. Rak
4. Ruang Pendingin
5. Kamera

3.2.2 Bahan
1. Buah Pisang
2. Tomat
3. Lilin Brogdex TM
4. Klorin

3.3 Cara Kerja
1.    Menentukan satu konsentrasi emulsi lilin dengan cara mencampur emulsi lilin yang sudah jadi (stock emulsion) dengan air dan ukur total padatan terlarutnya. Menyediakan control yaitu buah yang tidak dicelupkan ke dalam emulsi lilin tersebut.
2.    Mengeringkan lapisan lilin dengan mengeringanginkan buah tersebut diatas nampan. Pengeringan lilin dapat dibantu dengan embusan kipas angin.
3.    Menyimpan buah paa ruang suhu dingin (ruang pendingin atau kulkas dengan suhu ± 10oC).
4.    Mengulang perlakuan diatas dua kali dan masing-masing unit percobaan terdapat lima buah.
5.    Perlu diperhatikan, mempersiapkan unit-unit percobaan yang akan diukur karakteristik mutunya secara deskruktif.
6.    Melakukan pengamatan karakteristik mutu secara periodik (2hari sekali sampai 10 hari penyimpanan).

























BAB 4. PEMBAHASAN
4.1  Hasil
DATA BUAH DAN SAYUR PELILINAN
Parameter
Buah
Pengepakan
UL
Waktu (hari)
II
VI
IX
Kekerasan
Pisang
Tanpa lilin
1
4
2
1
2
-
-
-
Pelilinan
1
4
2
1
2
-
-
-
Tomat
Tanpa lilin
1
3
2
2
2
4
4
4
Pelilinan
1
3
3
3
2
4
4
4
Timun
Tanpa lilin
1
4
4
4
2
5
5
5
Pelilinan
1
5
4
4
2
5
5
5
Warna
Pisang
Tanpa lilin
1
4
2
1
2
-
-
-
Pelilinan
1
5
3
2
2
-
-
-
Tomat
Tanpa lilin
1
4
4
3
2
4
4
3
Pelilinan
1
4
4
3
2
4
4
4
Timun
Tanpa lilin
1
5
5
4
2
5
5
5
Pelilinan
1
5
5
5
2
5
5
5
Pembusukan
Pisang
Tanpa lilin
1
5
5
3
2
-
-
-
Pelilinan
1
5
5
3
2
5
-
-
Tomat
Tanpa lilin
1
5
5
5
2
5
5
5
Pelilinan
1
5
5
5
2
5
5
5
Timun
Tanpa lilin
1
5
5
5
2
5
5
5
Pelilinan
1
5
5
5
2
5
5
5
DATA ANALISIS pH DAN GULA
No
Buah
pH
Gula
Awal
Akhir
Awal
Akhir
1
Pisang (P)
6.3
5. 8
10.5%
12%
2
Pisang (TP)
6.4
5. 9
12.5%
15%
3
Tomat (P)
6.2
5. 9
3.7%
4.1%
4
Tomat (TP)
6.1
5. 8
4.0%
6.5%
5
Timun (P)
6.2
6
2.1%
2.1%
6
Timun (TP)
6.4
6
2.1%
2.2%
Keterangan : P (pelilinan) ; TP (tanpa pelilitan)

4.2  Pembahasan
CMC (Carboxy Methyl Cellulose) merupakan salah satu zat yang umum digunakan pada bahan makanan sebagai zat pengemulsi. emulsi adalah suatu dispersi atau suspensi suatu cairan dalam cairan lain, yang molekul-molekul kedua cairan tersebut tidak saling berbaur tetapi saling antagonistik. fungsi pengemulsi dalam pengolahan pangan adalah untuk meningkatkan stabilitas emulsi dan memperbaiki tekstur produk.
CMC (Carboxy Methyl Cellulosa) adalah derivat selulosa yang direaksikan dengan alkalin chloroacetic acid. Struktur Carboxy Methyl Cellulosa dasar adalah β–1,4-Glukopiranosa yang merupakan polimer selulosa. Carboxy Methyl Cellulosa memiliki panjang molekul yang lebih pendek dibanding dengan selulosa murni. Carboxy Methyl Cellulosa merupakan merupakan eter polimer selulosalinear dan berupa senyawa anion, yang bersifat biodegradable, tidak berwarna,tidak berbau, tidak beracun, butiran atau bubuk yang larut dalam air namun tidak larut dalam larutan organik, memiliki rentang pH sebesar 6.5 sampai 8.0, stabilpada rentang pH 2 – 10, bereaksi dengan garam logam berat membentuk film yangtidak larut dalam air, transparan, serta tidak bereaksi dengan senyawa organik. Carboxy Methyl Cellulosa. berasal dari selulosa kayu dan kapas yang diperolehdari reaksi antara selulosa dengan asam monokloroasetat, dengan katalis berupasenyawa alkali. Carboxy Methyl Cellulosa juga merupakan senyawa serbagunayang memiliki sifat penting seperti kelarutan, reologi, dan adsorpsi di permukaan.
CMC (Carboxy Methyl Cellulosa) dapat dijadikan sebagai pelapis produk holtikultura atau sebagai lilin, yaitu adapun mekanisme CMC dapat dijadikan lilin, dengan pembuatan konsentrasi CMC terlebih dahulu yaitu CMC ditambahkan dengan aquades sehingga konsentrasinya sebesar 1% kemudian baru produk hortikultura dapat dicelupkan ke larutan CMC dan didiamkan, pelapis CMC dapat dimakan bersamaan dengan produk yang terlapisi.
Sayuran merupakan bahan pangan yang mempunyai sifat mudah rusak (perishable). Pada hakekatnya sayuran selepas panen merupakan jaringan hidup dengan kandungan airnya yang tinggi dimana kelanjutan proses respirasi dan transpirasi masih terus berlangsung. Adanya respirasi yang tinggi akan menyebabkan sayuran menjadi layu dan busuk. Untuk mengurangi hal tersebut, maka perlu dihambat melalui kemasan dan cara penyimpanan yang baik. Selain itu, faktor lingkungan berpengaruh juga terhadap aktifitas fisiologis terutama suhu.
Sayuran dalam keadaan lembab dan kotor dapat mengalami pembusukan lebih cepat. Proses pembusukan tersebut diawali dengan semakinmeningkatnya suhu bahan dalam tempat penyimpanan. Meningkatnya suhu dan timbulnya baupengap merupakan tanda terjadinya awal proses pembusukan. Dalam keadaan basah dan hangat,cendawan dan bakteri pembusuk akan cepat berkembang dan aktif merusak sehingga bahan akanmenjadi rusak. Untuk menghindari timbulnya uap panas masa bahan dalam simpanan yaitu denganmenyimpan bahan secara onggokan atau hamparan. Tinggi ( ketebalan ) tumpukan perludiperhatikan, agar udara segar masih dapat mengenai permukaan bahan sehingga dapat mengusirpanas yang ada. Menyimpan bahan segar dalam kantong atau karung yang kedap udara dapatmeperburuk keadaan karena bahan akan mudah berkeringat, suhu lingkungan naik sehingga dapatmenyebabkan kerusakan bahan. Apabila akan menyimpan sayuran dengan kemasan, maka sebaiknya menggunakan kemasan yang memungkinkan terjadinya kontak antara bahan dengan udara lingkungan agar tidak terjadi pembusukan yang cepat.
Dari data hasil pengamatan praktikum yang telah dilaksanakan menunjukkan bahwa untuk perlakuan pelilinan pada produk hortikultura yaitu pada pisang, timun dan tomat menunjukkan hasil yang berbeda-beda pada tingkat kekerasan, warna dan pembusukan. Dari data terlihat untuk buah pisang mengalami pembusukan, pelembekan dan perubahan warna yang lebih cepat dibanding dengan yang lain. Hal ini dikarenakan bahwa pada komoditas buah pada umumnya dibedakan menjadi dua jenis yaitu buah klimaterik dan buah nonklimaterik. Buah klimakterik yaitu dimana pematangan terjadi setelah laju respirasi mencapai puncaknya (markisa, papaya, pisang, nangka, melon, jambu biji, tomat, apel). Buah non klimakterik adalah dimana laju respirasi terus menurun dan tidak mempunyai puncak (jeruk, nanas, anggur, stroberi, salak, mentimun, cabe). Berdasarkan jenis buahnya maka perlu perlakuan penyimpaan yang berbeda-beda dalam mempertahankan daya simpan buah yang lebih lama. Pada pisang dalam menyimpan yang tidak dilapisi lilinsama menunjukkan hasil seperti pelilinan yaitu lebih cepat mengalami pembusukan, sedangkan pada timun dari data terlihat bahwa perlakuan pelapisan lilin pada timun menunjukkan tingkat daya simpan yang lebih lama dimana didapat bahwa kekerasan, warna dan pembusukan hamper tidak terjadi perubahan sama sekali setelah Sembilan hari pengamatan. Sedangkan pada tomat juga mengalami penurunan tetapi tidak serendah pada pisang. Tujuan pelilinan pada produk yang disimpan ini terutama adalah untuk mengambat sirkulasi udara dan menghambat kelayuan sehingga produk yang disimpan tidak cepat kehilangan berat karena adanya proses transpirasi.
Sedangkan untuk data analisa pH dan gula menunjukkan bahwa pada awal pH mencapai 6,1- 6,4 hal ini menunjukkan bahwa buah yang akan dilapisi lilin memiliki pH yang agak asam setelah beberapa hari pada pengamatan terakhir pH untuk pisang dan tomat mengalami penurunan sehingan menjadi lebih masam akan tetapi pada timin hannya mengalami penurunan sedikit yaitu 0,2-0,4 sehingga tingkat pH masih tetap agak keasaman yaitu 6 pada semua perlakuan. Sedangkan pada tingkat kadar gula untuk akhir pengamatan pada pelapisan lilin menunjukan peningkatan kadar gula lebih tinggi dibanding dengan tanpa pelilinan untuk pisang dan tomat, sedangkat pada timun untuk pelilinan hanya meningkat 0,1% dan pada tanpa pelilinan tidak ada perubahan. Pelapisan lilin juga dapat menyebabkan penurunan kandungan yang bermanfaat pada produk hortikultura tetapi dari segi kualitas produk hortikultura yang dilapisi lilin lebih bagus dibanding yang tidak dilapisi lilin.














BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
1.      CMC (Carboxy Methyl Cellulose) merupakan salah satu zat yang umum digunakan pada bahan makanan sebagai zat pengemulsi.
2.      Pengemasan sayuran pada tempat yang kedap udara menyebabkan sayuran akan lebih cepat mengalami pembusukan.
3.      Pemberian pelapisan lilin pada produk hortikultura menyebabkan peningkatan kandungan gula dan pH.
4.      Pembusukan, perubahan warna dan pelembekan pada buah tomat, pisang, timun tergantung dari tingkat respirasi yang terjadi pad masing-masing buah dan jenis buah tersebut.

5.2 Saran
Dalam melakukan penyimpanan produk hortikultura sebaiknya memilih bahan pengemasan yang tepat dan sesuai untuk bahan yang akan disimpan untuk memperpanjang jangka waktu pembusukan.







DAFTAR PUSTAKA
Hasbulah, dkk. 2006. Lama Pemanasan Metode Vapor Heat Treatment (VHT) Dan Pelilinan Untuk Mempertahankan Mutu Papaya Selama Penyimpanan. Ketehnikan Pertanian 22(1) : 41-46.

Hong. 2006. Pelapisan Lilin Produk Hortikultura. Kanisius. Yogyakarta.

Mulyawati. dkk. 2008. Pengaruh Waktu Pembekuan Dan Penyimpanan Terhadap Karakteristik Irisan Buah Mangga Arumanis Beku. Pascapanen 5(1) : 51-58.

Nurhasanah, dkk. 2010. Pengaruh Pelapisan Lilin Dan Pembungkusan Plastik Pada Karakteristik Fisiko- Kimia Dan Umur Simpan Buah Mangga Gedong. Pertanian 3(3) : 184-198.

Santosa, B dan Hulopi, F. 2011. Penentuan Masak Fisiologis Dan Pelapisan Lilin Sebagai Upaya Menghambat Kerusakan Buah Salak Kultivar Gading Selama Penyimpanan Pada Suhu Ruang. Teknologi Pertanian 12(1) :  40-48.

Winarno. 1981. Penanganan Pasca Panen Produk Hortikultura. Kanisius. Yogyakarta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar